Minggu, 08 Januari 2012

Mengapa Orang-orang Jepang Banyak Yang sukses? Silahkan Baca Rahasianya

kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat
tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911
jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).
Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari,
sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat
mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa
melakukan pekerjaan 

1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras.
Rata-rata jam yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang
cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang,
dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan"
oleh perusahaan.
 
2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa
Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan
pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu
ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk
ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena
"mengundurkan diri" bagi para pejabat
(mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi
atau merasa gagal menjalankan tugasnya.
Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang
kadang bunuh diri, karena nilainya jelek
atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang
lebih senang memilih jalan memutar
daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan
memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu
terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar
peraturan ataupun norma yang sudah menjadi
kesepakatan umum.
 
3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam
keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan
ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal
mulai kehidupan di Jepang, saya sempat
terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai
belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.
Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang
biasa bahwa supermarket di Jepang akan
memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar
setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui
bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul
20:00.
 
4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan
berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit
berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat
jarang orang Jepang yang berpindah-pindah
pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua
perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin
implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya
mau menerima fresh graduate, yang kemudian
mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang
garapan (core business) perusahaan.
 
5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai
kelebihan dalam meracik temuan orang dan
kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh
masyarakat. Menarik membaca kisah Akio
Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda
itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony,
patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics.
Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah produk yang
booming selama puluhan tahun adalah Akio
Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun
1995, tercatat lebih dari 300 model
walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150
juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda
empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya
dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang
dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan
kendaraan yang lebih cepat dan murah.
 
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang
tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan
tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua
akses ke luar negeri, Jepang sangat
tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji
(meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat
beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber
daya alam juga tidak membuat Jepang
menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi,
batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85%
sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk
Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia
menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah
Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana
terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah
perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi
besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak
habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah
berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup
menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke
yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis
peralatan elektronik di tahun 1945 masih
mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri
sehingga menjadi kerajaan bisnis di era
kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan
orang ketika menawarkan produk Cassete
Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi
akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang
juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai
diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu
kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas
lebih jauh tentang ini
 
7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke
densha (kereta listrik), sebagian besar
penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca
buku atau koran. Tidak peduli duduk atau
berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk
membaca. Banyak penerbit yang mulai
membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi
kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan
menarik yang membuat minat baca
masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah
komik pendidikan di blog ini. Budaya baca
orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses
penerjemahan buku-buku asing (bahasa
inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda
penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai
pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut
penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman
modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah
tersedia dalam beberapa minggu sejak buku
asingnya diterbitkan.
 
8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja
yang terlalu bersifat individualistik.
Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk
tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini
tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab
penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan
tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok.
Kerja dalam kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa "1
orang professor Jepang akan kalah dengan satu
orang professor Amerika, hanya 10 orang professor
Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang
professor Jepang yang berkelompok". Musyawarah mufakat
atau sering disebut dengan "rin-gi" adalah
ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus
dibicarakan dalam "rin-gi".
 
9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad,
anak saya yang paling gede sempat
merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus
membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento
(bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk
dan sebotol besar minuman yang
menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih
untuk membawa perlengkapan sendiri, dan
bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri.
Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua.
Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama
University mengandalkan kerja part time untuk biaya
sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun
kehabisan uang, mereka "meminjam" uang ke orang tua yang
itu nanti mereka kembalikan di bulan
berikutnya.
 
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa
Jepang kehilangan tradisi dan budayanya.
 
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja
masih ada dan hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang.
Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang
dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang
kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata
"tidak" untuk apabila mendapat tawaran
dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam
pergaulan dengan orang Jepang karena "hai" belum
tentu "ya" bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi
leluhur dan aset penting di Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan
Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.
 
Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk
beberapa insentif lain untuk orang-orang
yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang
merupakan salah satu yang tertinggi di
dunia.
 
Mungkin seperti itu 10 resep sukses yang bisa saya
rangkumkan. Bangsa Indonesia punya hampir semua
resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum
mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa
Indonesia termasuk yang unggul dan bahkan mengalahkan
mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga
memenangkan berbagai award berlevel internasional. Saya
yakin ada faktor "non-teknis" yang membuat
Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi.
Mari kita bersama mencari solusi untuk
berbagai permasalahan republik ini. Dan terakhir kita
harus tetap mau belajar dan menerima
kebaikan dari siapapun juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar